MBNews, Tarakan – Pengadilan Negeri (PN) Tarakan kelas IB masih kekurangan tenaga untuk menjalankan aktivitas proses peradilan. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Badan Peradilan Umum (Badilum) Mahkamah Agung, Herri Swantoro dalam kunjungannya belum lama ini ke Tarakan. Untuk idealnya baik pegawai, Hakim dan bagian administrasi di Pengadilan Tarakan berisi 60 orang.
“Untuk jumlah Hakim sebenarnya sudah ideal kalau dilihat dari sisi rasio penanganan perkara dengan 9 hakim dan 3 orang untuk Majelis sudah bisa tercover. Kalau Panitera memang formasinya itu masih dimungkinkan untuk ditambah, tetapi apabila menjadikan panitera dari internal sendiri itu banyak yang belum memenuhi syarat,” Kata Herri.
Sama halnya dengan Juru sita masih sangat minim bahkan ditambah tenaga administrasi dan kesekretariatan juga kurang. Diakui sudah 5 tahun ini tidak ada penerimaan Hakim karena ada pembatasan dari Menteri Aparatur Negara (Menpan) sementara untuk kekurangan Hakim menjadi masalah diseluruh Indonesia.
“Untuk kendala staff dan Lembaga terbatas formasinya dari Menpan misalnya yang diterima kemudian dibagi ke seluruh Indonesia. Sementara kita ada pengetatan anggaran dari Pemerintah, jadi menerima pegawai juga dibatasi. Sedangkan, Sumber Daya Manusia (SDM) idealnya kelas 1B ini berjumlah 60 orang pegawai tetapi disini yang diisi hanya 28 orang dari Pegawai dan Hakim,” Jelasnya.
SDM dibagian kesekretariatan terdiri dari bagian umum, personalia, bendahara dan bagian tekhnis semua harus cukup menyesuaikan dengan kelas PN tersebut dan penanganan perkaranya.
“memang masalah kekurangan pegawai ini ada dimana-mana saya rasa. Tetapi itu bisa disiasati mungkin, misalnya untuk tenaga tekhnis Pak Ketua Pengadilan kalau ada orang Pemerintah Daerah yang pintar IT kalau melamar ke PN Tarakan, bisa sehingga PNS yang dilimpah ke MA,” katanya.
Kalau seandainya ada yang dari Tarakan berminat bisa kita hubungkan. Tetapi PNS yang akan kita terima ini harus merupakan PNS yang tidak dibutuhkan Pemda. Sekarang ini menuju ke peradilan yang modern, perlu orang-orang yang pinter IT diutamakan.
Jika memberdayakan tenaga kontrak atau honorer kata Herri lagi tidak memungkinkan karena dengan Upah Minimum Kota (UMK) sebesar Rp 2.300.000 lebih dan DIPA PN Tarakan, sulit menutupi kebutuhan SDM yang ada. (hfa)